Senin, 04 April 2011

Nada Ironi di Dawai Pembangunan


Suatu malam selepas petang seperti biasa cacing diperutku sudah mulai merengek untuk segera makan, aku langkahkan kakiku kesebuah warung kecil di pojok perempatan seporsi nasi plus lauk telor dadar menjadi menu makan malamku. Beragam bentuk manusia bergerak memenuhi kesibukan kota baja malam itu,mulai para ABG bercanda kegirangan,para tukang ojeg yang putus asa menunggu penumpangnya,hilir mudik kendaraan keluaran eropa dengan tuan besar didalamnya,deru ruda dua yang tak pernah lelah meniupkan jelaga dari kenalpotnya,dan aku hanya bisa memperhatikannya dengan sesekali menyuapkan sesendok nasi di mulutku, yah begitulah kehidupan semuanya bergerak,walau sering kali bersinggungan namun harus terus bergerak.perhatianku tersentak ketika sebuah tangan kecil menarik-narik  baju koko-ku sesosok makhluk mungil menggigil kedinginan tertimpa gerimis di malam itu,
” A’ minta A’…belum makan ….!!!”
“Adik belum makan…?”,tanyaku
Belum A’….jawabnya mengiba
“nasi satu lagi bang sama telur dadar “, naluriku menggerakkan bibirku
“ini dik makan saja di sini “, ucapku
“Terima kasih A’ “ , jawabnya
Aku perhatikan anak berusia tidak lebih dari 7 tahun ini makan dengan lahapnya,tampak dengan jelas rasa lapar yang harus di tanggung tubuh sekecil ini selama berjam-jam. Sesak terasa dalam dadaku melihat itu,sebuah ironi yang selalu aku jumpai di hampir seluruh kota di negeri ini,di satu sisi kemajuan teknologi dan pembangunan menjadikan manusia berlomba meraih kejayaan di sisi lain mereka yang terpinggirkan semakin tersisih hingga harus berkelahi dengan kejamnya dunia bahkan sejak mereka belum cukup lancar berbicara,seperti anak kecil di sebelahku.
“Namanya siapa dik? “, setelah kulihat ada sedikit jeda
“Agung… “, jawabnya dengan mulut penuh nasi
“Tinggal dimana dik ?”,aku lanjutkan bertanya
“ Disana…!!!”, di hanya mengacungkan tangannya tanpa menyebutkan letaknya.
“Terima kasih A’,ucapnya
 ia bergegas melanjutkan aktifitasnya Segera setelah segelas penuh air the tawar ia habiskan,ia harus segera “bekerja” kembali kalau tidak akan kena marah katanya.Sebuah nada ironi tergores di dawai kehidupan malam itu, “Agung” yang berarti besar menjadi sangat kecil tertindas Modernitas,liberisasi ekonomi,dan hati-hati tak bernurani.
Selepas mengisi penuh perutku,aku bergegas menuju kos-kosan,namun perhatianku tertuju ke sudut gelap jalan,aku lihat sesosok mungil sedang di intimidasi oleh 2 orang pemuda.
“berikan Uangnya ……..!”, bentak salah seorang diantaranya
“jangan bang….jangan bang ….”, samar samar aku lihat anak kecil itu berontak dan menyembunyikan tangannya ke belakang
“Berikan….,setan kecil…….!!!!”, bentak pemuda lain yang tampak memegang botol miras
“Hei…apa—apan ini …!!”, aku mendekat dan coba melerai
“Apa kalian gak malu mengambil milik anak kecil…!!”,suaraku meninggi
“Jangan ikut campur,ini bukan urusanmu…!!!”
“Cepat pergi atau kuhajar sekalian kamu…!!”
“Saya akan pergi jika abang lepaskan anak kecil itu..!” jawabku
“Ooo….mau jadi pahlawan kamu….!!!”,hardik mereka
Sebuah tamparan berhasil aku tahan dengan tanganku,namun darah mudaku bergejolak kencang dan kewaspadaanku meningkat 200%.
“Mau cari penyakit kamu….!!!”, hardik pemuda yang lain
Dengan memantapkan hati aku siap bila harus berduel dengan mereka berdua, dengan segera mereka menghujaniku bogem mentah namun dengan sekali gerakan aku berhasil menghindarinya dan sekarang aku telah pada posisi kuda-kuda yang kokoh.
“Dasar kampret ….!!”,mereka semakin menyerangku dengan membabi buta
Menunggu sebuah momen yang tepat ,dua,tiga tendangan menyamping berhasil aku lepaskan ke rusuk kiri salah satu dari pemuda itu dan sebagai hasilnya ia tersungkur mencium tanah,” tinggal satu lagi”,Gumamku dengan cepat kilat ku lesakkan pukulan lurus di ulu hatinya dan seketika itu pula dia jatuh,belum sempat berhenti sejenak, aku lihat pemuda yang tersungkur tadi sudah memegang botol dengan ujung runcing bekas di pecahkan,nyaliku pun sedikit menciut karena aku tidak bersenjata. Sekerumunan warga dan teman-temanku  segera merangsek mengenyerbu sebelum pecahan botol itu menggores kulitku,mereka berdua lari tunggang langgang melihat jumlah kami. Segera aku menjelaskan apa yang terjadi kepada pak RT yang kebeltulan salah seorang warga yang membantuku,dan merekapun berpesan agar aku lebih berhati hati.”Namun dimana anak kecil itu”,fikirku..!!!,disudut yang lain tampak anak kecil itu menangis di tarik di seret  oleh seorang wanita berperawakan besar,” jangan cari masalah …!”, bentaknya terdengar di telingaku,dan warga yang berkumpul hanya mampu menarik nafas panjang atas kejadian malam itu. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar